Penyakit Ain
I. AIN
Nabi shallallahu alaihi wasallambersabda
:
العين حق ولو كان شيء سابق القدر
سبقته العين
“’Ain itu haq dan
seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir maka ‘ain-lah yang mendahuluinya’.
Banyak hadits-hadits shahih dari Nabi ﷺ tentang
terjangkit dengan 'ain ini. Di antaranya apa yang disebutkan dalam Shahihain
dari Aisyah -rodliallaahu'anhu-, ia mengatakan, "Bahwasanya
Rasulullah ﷺ memerintahkan
kepadanya supaya meminta diruqyah dari 'ain."
(HR. Al-Bukhari, no. 5738, kitab
ath-Thibb; dan Muslim, no. 2195, kitab as-Salam).
Muslim, Ahmad dan
at-Tirmidzi; ia menshahihkannya, dari Ibnu Abbas dari Nabi ﷺ beliau
bersabda,
"'Ain adalah nyata, dan seandainya
ada sesuatu yang mendahului takdir niscaya 'ain mendahuluinya.Jika kalian
diminta untuk mandi, maka mandilah."
(HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam).
Diriwayatkan Imam Ahmad dan
at-Tirmidzi; ia menshahihkannya, dari Asma' binti Umais bahwa ia
mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Bani Ja'far tertimpa
'ain; apakah aku boleh meminta ruqyah untuk mereka?" Beliau menjawab,
"Ya, seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir niscaya 'ainlah yang
mendahuluinya." (HR. at-Tirmidzi, no. 2059, kitab ath-Thibb; Ahmad dalam
al-Musnad, 6/ 438; Ibnu Majah, no. 3510, kitab ath-Thibb; dan at-Tirmidzi
menilainya sebagai hadits hasan shahih).
أَكْثَرُمَنْمَاتَمِنْأُمَّتِيْبَعْدَقَضَاءِاللهِوَقَدَرِهِبِاْلأَنْفُسِ
"Kebanyakan orang yang mati dari
umatku, setelah qadha Allah dan qadarNya, karena Anfus." (HR.
Ath-Thayalisi dalam Musnadnya, no. 1760; ath-Thahawi dalam al-Musykil dan
al-Bazzar; serta dihasankan oleh al-Hafizh dalam al-Fath, 10/ 167; dalam
as-Silsilah ash-Shahihah, no. 747).
Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah
-rodliallaahu'anha-, ia mengatakan, "Orang yang menimpakan 'ain
diperintahkan supaya berwudhu, kemudian orang yang tertimpa 'ain mandi
darinya.? (HR. Abu Daud, no.3880, kitab ath-Thibb). Imam Ahmad, Malik,
an-Nasa'i dan Ibnu Hibban; ia menshahihkannya, meriwayatkan dari Sahl bin
Hanif, "Bahwa Rasulullah ﷺ keluar beserta orang-orang yang
berjalan bersamanya menuju Makkah, hingga ketika sampai di daerah Khazzar dari
Juhfah, Sahl bin Hanif mandi. Ia seorang yang berkulit putih serta elok tubuh
dan kulitnya. Lalu Amir bin Rabi'ah, saudara Bani Adi bin Ka'b melihatnya,
dalam keadaan sedang mandi, seraya mengatakan, 'Aku belum pernah melihat
seperti hari ini kulit yang disembunyikan.' Maka Sahl pingsan.
Lalu ia dibawa kepada Nabi ﷺ lantas dikatakan
kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, mengapa Shal begini. Demi Allah, ia tidak
mengangkat kepalanya dan tidak pula siuman.'Beliau bertanya, 'Apakah
kalian mendakwa seseorang mengenainya?' Mereka menjawab, 'Amir bin
Rabi'ah telah memandangnya.' Maka beliau ﷺ memanggil Amir dan memarahinya, seraya
bersabda, 'Mengapa salah seorang dari kalian membunuh saudaranya. Mengapa
ketika kamu melihat sesuatu yang mengagumkanmu, kamu tidak mendoakan keberkahan
(untuknya)?'
Kemudian beliau bersabda kepadanya,
'Mandilah untuknya.' Lalu ia membasuh wajahnya, kedua tangannya dan kedua sikunya,
kedua lututnya dan ujung kedua kakinya, dan bagian dalam sarungnya dalam suatu
bejana. Kemudian air itu diguyurkan di atasnya, yang diguyurkan oleh
seseorang di atas kepalanya dan punggungnya dari belakangnya. Ia
meletakkan bejana di belakangnya. Setelah melakukan demikian, Sahl bangkit
bersama orang-orang tanpa merasakan sakit lagi." (HR. Muslim, no.
2188, kitab as-Salam).
Ibnu Hajar berkata: (Sebagian orang
merasa bingung, mereka bertanya:
Bagaimanakah cara kerja ain sehingga bisa memudharatkan orang dari jarak
yang jauh?, sudah banyak sekali orang yang tertimpa sakit dan kekuatannya
melemah hanya karena pandangan mata, semua itu terjadi karena Allah
menciptakan di dalam unsur ruh suatu
kekuatan yang bisa memberikan pengaruh, dan
karena pengaruh tersebut sangat berkaitan dengan mata maka pengaruh yang
ditimbulkannya disebut al-ain (mata), sebenarnya bukan mata yang memberikan
pengaruh akan tetapi yang sebenaranya terjadi adalah pengaruh ruh, maka
pandangan yang keluar melalui mata seorang (yang hasad atau kagum) adalah panah maknawi yang jika mengenai suatu jasad
yang tidak berprisai maka panah tersebut akan mempengaruhi badan dan jika tidak
berpengaruh berarti ia tidak mengenai sasarannya akan tetapi kembali kepada
pemiliknya, persis sama dengan panah biasa" Fathul Bari, Ibnu Hajar
10/212.
Komentar
Posting Komentar